Pertumbuhan Ekonomi 2021 Tergantung Efektivitas Pemerintah Tangani Covid-19
Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP saat rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Foto : Arief/Man
Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP menilai bahwa asumsi dasar ekonomi makro dan target pembangunan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2021 yang diajukan Pemerintah bisa on the track apabila penanganan pandemi Covid-19 berjalan dengan efektif pada tahun ini, baik dari segi pemulihan ekonomi dan pemulihan sosial. Ia yakin, jika APBN sudah berjalan efektif, maka pada tahun 2021 bangsa ini punya landasan untuk ekonomi kembali bergerak.
“Jadi mau berapa pun kita mau buat asumsinya tahun depan, kalau di tahun ini pemulihan ekonomi dan pemulihan sosial tidak berjalan efektif ya gak akan berhasil,” analisa Dolfie kepada Parlementaria disela-sela rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020).
Jika melihat sektor ekonomi, politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menilai dampak yang ditimbulkan akibat pandemi masih cukup besar. “Angkanya bisa-bisa hampir Rp 1000 triliun dari sisi pelaku usaha, besar memang dampaknya. Dana perbankan saja yang lebih dari Rp 7.000 triliun, 90 persen bentuknya kredit dan kredit ini dalam masa pandemi ini saja semua menunda pembayaran," lanjutnya.
Untuk itu, Dolfie mendorong perlunya kebijakan yang efektif untuk melakukan berbagai pemulihan ekonomi. Salah satunya, relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membutuhkan sosialisasi tatanan normal baru di berbagai tempat kerumunan, seperti pasar, sekolah, hingga pusat-pusat perbelanjaan atau mall.
"Perlu ada pemahaman bersama, supaya kita memasuki adaptasi normal baru menurunkan penyebaran Covid-nya. Jangan sampai adaptasi baru ini malah meningkatkan lagi. Ini yang kita khawatirkan," ungkapnya. Untuk itu, ia mengingatkan Pemerintah agar sosialisasi adaptasi baru dapat dipahami oleh seluruh masyarakat dan juga pihak aparat penegak hukum. "Jangan sampai masyarakatnya gak paham, aparatnya gak paham juga," jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sempat menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi domestik pada Kuartal II-2020 akan jauh lebih rendag dari capaian kuartal sebelumnya yang tumbuh 2,97 persen. Bahkan secara keseluruhan, bank sentral memproyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 menurun di kisaran 0,9 persen hingga 1,9 persen, dan baru akan meningkat tajam pada 2021 pada kisaran 5-6 persen.
"Pertumbuhan ekonomi nasional kuartal kedua dari berbagai data yang kami pantau akan mengalami kontraksi dimana Kuartal II lebih rendah dari Kuartal I-2020. Ke depannya pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantug pada relaksasi PSBB dan kecepatan stimulus fiskal yang terjadi untuk mendukung ekonomi dalam negeri. Jika keduanya berjalan maksimal maka pertumbuhan ekonomi Kuartal III dan IV akan membaik," kata Perry.
Perry menambahkan, perkembangan tersebut disertai dengan ketahanan eksternal perekonomian yang tetap baik, inflasi yang rendah, serta stabilitas sistem keuangan dan kelancaran sistem pembayaran yang tetap terjaga. Namun, risiko pandemi Covid-19 tetap perlu terus dicermati.
Selanjutnya, perbaikan perekonomian dalam negeri di tahun depan didorong oleh perbaikan ekonomi global, berbagai stimulus yang dilakukan, serta stimulus kebijakan fiskal untuk tahun depan. "Kalau (RUU) Cipta Kerja bisa berlangsung, itu akan mendorong investasi ke depan di samping perbaikan ekonomi global dan stimulus lain yang dilakukan," tutup Perry. (alw/sf)